Minggu, 04 November 2018
JMSJ SEBAGAI MEDIA PEMUDA UNTUK PEDULI
JMSJ Sebagai Media Pemuda Untuk Peduli
Peranan pemuda dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah penting begitu pula dengan keberadaan komunitas pemudanya. Seperti JMSJ (Jaringan Mahasiswa Sosiologi se-Jawa), yang merupakan sebuah jaringan atau komunitas dengan tujuan mewadahi Mahasiswa Sosiologi untuk bersilahturahmi dan saling berbagi informasi mengenai disiplin ilmu atau pendekatan Ilmu Sosiologi.
JMSJ sudah berjalan sejak awal
terbentuknya yaitu pada tahun 2009 silam hingga saat ini. JMSJ terbagi dalam
empat wilayah, pertama DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten yang merupakan
wilayah satu, wilayah dua yaitu daerah Jawa Tengah, wilayah tiga yaitu Daerah
Istimewa Yogyakarta dan wilayah empat mencakup daerah Jawa Timur dan Madura. Kegiatan
yang diadakan berbeda disetiap wilayah. Di wilayah Yogyakarta sendiri terdapat lima
kampus yang tergabung dalam JMSJ diantaranya Universitas Negeri Yogyakarta
(UNY), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Widya Mataram (UWM),
Universitas Atma Jaya Yogyakrata (UAJY) dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Kegiatan JMSJ yang terdapat di wilayah tiga
sendiri setelah diadakannya Rakorwil atau Rapat Koordinator Wilayah pada tanggal
20 September 2018 lalu telah ditetapkan beberapa Program kerja (Proker)
diantaranya yaitu kegiatan diskusi disetiap kampus, bedah buku, jurnal dan
penelitian, futsal, kegiatan Makrab (Malam Keakraban) dan
kegiatan bakti sosial. Tentunya halangan dan hambatan turut menyertai dalam
proses pelaksanan kegiatan-kegiatan tersebut, salah satunya yaitu minimnya
partisipasi mahasiswa untuk berkontribusi dalam kegiatan JMSJ ini, karena dari
tahun-tahun sebelumnya JMSJ ini masih di pandang sebagai jaringan atau
komunitas yang eksklusif. Dengan kata lain temen-teman mahasiswa yang bukan
merupakan pengurus dalam JMSJ di berbagai kampus masih belum memahami dan
mengenal JMSJ itu seperti apa dan bagaimana, sehingga untuk dapat mengikuti
kegiatan yang diadakan JMSJ mereka masih terkesan tidak perduli atau tidak mau
tau.
Bukan hanya itu, hal yang menjadi hambatan
dalam melaksanakan kegiatan di JMSJ yaitu waktu karena kita ketahui bahwa disetiap
kampus memiliki kegiatan himpunannya masing-masing. Oleh sebab itu dalam
menyesuaikan atau mencari waktu luang untuk menjalankan program kerja yang ada
di JMSJ juga tidak mudah karena bisa jadi bertabrakan dengan kegiatan atau
program kerja himpunan. Namun dengan adanya hambatan tersebut tidak menyurutkan
semangat mereka yang tergabung dalam JMSJ untuk terus menjalankan kegiatannya.
Salah satu kegiatan bakti sosial yang sudah dilakukan baru-baru ini dan sangat
bermanfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat Sulawesi Tengah yaitu
penggalangan dana untuk masyarakat korban bencana Sulawesi Tengah. Dimana ide
penggalangan dana ini digagas oleh Koordinator Umum JMSJ yang diteruskan oleh
koordinator kampus disetiap universitas untuk melakukan penggalangan dana
korban bencana di Sulawesi Tengah. “Pendidikan Sosiologi UNY juga ikut serta
dalam kegitan ini dimana penggalangan dana dilakukan di beberapa kelas, hingga
dengan aksi turun ke jalan yang dilakukan teman-teman untuk memperoleh penggalangan
dana tersebut. Hasil dari galang dana ini lalu disalurkan dan dijadikan satu di
JMSJ kemudian disalurkan kembali melalui organisasi amal ke Sulawesi Tengah”
pungkas Septa Dwi Nugroho selaku Koordinator Kampus Pendidikan Sosiologi UNY
sekaligus Wakil Koordinator Wilayah Yogyakarta.
Banyak sekali manfaat yang didapat dalam
mengikuti kegiatan JMSJ ini diantaranya menambah relasi, informasi serta wawasan.
Namun bukan hanya itu, selain lingkup kegiatannya bermanfaat bagi Mahasiswa
Sosiologi saja, JMSJ juga mempunyai peran dan manfaat untuk masyarakat. (WR)
DARI PEMUDA UNTUK INDONESIA
Belum
lama ini, divisi Pers dan Jurnalistik (PERSJUR) Himpunan Mahasiswa Pendidikan
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial UNY berkesempatan mewawancarai seorang pemuda
yang aktif dalam menggeluti organisasi Karangtaruna di Desa Guwosari, Pajangan,
Bantul yaitu Masduki. Dalam usia muda, beliau mampu memberdayakan organisasi
dengan baik. Tidak hanya itu, beliau yang berusia 27 tahun sudah menduduki
posisi penting di desanya yakni sebagai kepala desa setelah berkecimpung di
karangtaruna. Motivasi beliau mengikuti organisasi yaitu merangkul pemuda dan
melangkah bersama untuk memajukan desa mereka.
Untuk
mencapai tujuan terkait mensejahterakan desa melalui karangtaruna, hal yang harus dilakukan adalah merangkul dan memahami
bakat serta minat pemuda agar dapat dikembangkan. Apabila potensi setiap pemuda
desa dapat dikembangkan dan terakomodir dengan baik, mereka tentu dapat
berkontribusi lebih banyak terhadap kemajuan desa. Adapun
karangtaruna yang dikembangkan oleh beliau di Desa Guwosari ini merupakan
karangtaruna gabungan yang terdiri dari 15 karangtaruna dusun dan 27 sub unit
dari tingkat RT. Namun demikian, soal pembagian peran nampaknya bukan hal yang
perlu dikhawatirkan meskipun memiliki banyak anggota. Disamping itu, senioritas
yang selama ini menjadi momok dalam berorganisasi tidak ditemukan di organisasi
ini.
Alih-alih mengandalkan senioritas untuk memperbesar wibawa pimpinan di
organisasi ini, mereka lebih baik untuk berjalan bersama anggota-anggota yang
lainnya. Salah satu cara untuk melakukan hal ini yakni dengan memunculkan
kebijakan-kebijakan yang sifatnya bottom
up, jadi setiap kebijakan yang diambil murni persetujuan seluruh anggota
bukan hanya pihak-pihak pemangku kekuasaan tertinggi di organisasi tersebut.
Selain itu, cara lain untuk mewujudkan hal tersebut juga dengan aktif
mendampingi anggota-anggota baru semaksimal mungkin dengan membuat sebuah tim
khusus. Organisasi
ini memiliki program kerja unggulan yang bergerak dalam bidang sosial. Seperti
belum lama ini menggelar acara yang diperuntukkan bagi penyandang disabilitas
di desa mereka. Dengan diadakannya program ini mereka berharap agar nantinya
masyarakat tidak memandang sebelah mata penyandang disabilitas dan lebih
memanusiakan mereka. Salah satu fitur dari program ini yang dirasa berhasil
yakni acara penggalangan dana untuk para penyandang disabilitas tadi karena
dengan begitu mereka bisa mendapatkan modal untuk memulai usaha atau sekedar
memberikan keringanan terhadap beban hidup yang mereka tanggung.
Namun,
meskipun mereka dinilai sukses dalam menjalankan organisasi berikut program
kerjanya mereka mengakui ternyata dalam melakukan hal itu tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Salah satu tantangan misalnya ketika sebagian besar
anggota merasakan berada di titik jenuh. Hal itu sempat menjadi kekhawatiran
Masduki dan yang lainnya. Namun kekhawatiran tadi dapat dikikis dengan rutin mengadakan
acara upgrading, gathering anggota
dan lain sebagainya. Selain itu, dalam organisasi ini juga dikembangkan rasa
saling perhatian yang tinggi.
Siasat
tersebut berjalan dengan efektif. Anggota-anggotanya menjadi tim yang solid dan
mampu menciptakan program yang lebih hebat lagi dan memiliki dampak positif bagi
masyarakat desa. Salah satu program yang berdampak positif yakni program bedah
rumah. Adapun dana untuk program ini berasal dari dana desa dan dari warga desa
ini. Dulu, sebelum ada APBS dari pemerintah pusat, dana yang dianggarkan untuk
karangtaruna hanya sebesar 3 juta. Saat ini jumlahnya lebih besar lagi,
sehingga mereka dapat menciptakan program yang lebih banyak dan berkualitas
daripada sebelumnya. Hal ini selain didukung oleh SDM yang memadai di dalam
internal organisasi, juga oleh pendanaan yang memadai. Tidak banyak yang
diharapkan dari para pemuda hebat anggota karangtaruna Desa Guwosari, satu hal yang menjadi cita-cita
mereka sejak awal, yaitu ingin memajukan desa agar para warganya tidak perlu
merantau ke luar daerah. Mereka ingin warga dan pemuda berdaya dan berjasa di
desa mereka sendiri. (RJG)
ESSAI BONUS DEMOGRAFI INDONESIA (1)
Peran Mahasiswa di Tengah Modernisasi dalam
Menghadapi Bonus Demografi 2025
Jumlah penduduk Indonesia dari tahun
ke tahun terus meningkat. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2000-2010
telah mencapai angka 1,49% dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar
237.641.326 jiwa (BPS,2010). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
bahkan memproyeksikan bahwa jumlah penduduk pada tahun 2020 mendatang akan
berjumlah 261 juta jiwa dan tahun 2025 mencapai 273 juta jiwa yang menyebabkan
Indonesia akan menduduki peringkat ke-5 negara dengan jumlah penduduk ter banyak
di dunia.
Indonesia diperkirakan akan
mengalami bonus demografi sekitar tahun 2020-2030. Dimana pada era ini jumlah
penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan usia non-produktif (usia
sangat muda dan usia lanjut). Bonus demografi ini adalah rezeki bagi Bangsa
Indonesia. Karena dengan banyaknya usia produktif tenaga kerja pun semakin
banyak. Namun, bonus demografi ini juga bisa dikatakan sebagai bencana. Mengapa
seperti itu?. Perihal pertama, apabila usia produktif banyak atau tenaga kerja
melimpah namun lapangan pekerjaan tidak mencukupi tentu akan menambah beban
negara dan jumlah pengangguran akan meningkat. Kriminalitas merajalela,
kemiskinan merajalela. Perihal kedua apabila usia produktif banyak atau tenaga
kerja melimpah namun tidak dipersiapkan dengan matang, tentu dampaknya akan
banyak tenaga kerja yang tidak berkualitas. Maka ada baiknya
pelatihan-pelatihan tenaga kerja sedari dini digalakkan.
Mahasiswa adalah pelajar perguruan tinggi serta dalam
struktur pendidikan Indonesia menduduki jenjang satuan pendidikan tertinggi di antara yang lainnya
(KBBI). Mahasiswa sebagai kelompok generasi terdidik memiliki posisi strategis
dalam menjadikan dirinya sebagai bagian dari perkembangan dan pertumbuhan
generasi usia emas atau bonus demografi.
Mahasiswa. Yaa, perlu kita sadari
bahwa kita adalah kaum intelektual yang diberi kesempatan oleh bangsa ini untuk
mencicipi tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada sebagian besar kaum
muda lainnya. Sudah seharusnya kita sebagai mahasiswa mempunyai rasa ingin tahu
yang besar, rasa penasaran, ataupun kritis dalam mencari informasi atau berita
dari berbagai sumber, agar wawasan dan pengetahuan kita menjadi luas. Dengan
berbekal wawasan dan pengetahuan yang luas, kita tidak akan merasa tertinggal
dari teman-teman yang lainnya saat berkumpul dan berdiskusi membahas berbagai
topik, entah permasalahan yang sedang hangat ataupun permasalahan yang tak
kunjung usai. Tidak hanya wawasan, keterampilan juga dibutuhkan oleh mahasiswa.
Wawasan dan keterampilan inilah yang membekali kita, sebagai modal untuk terjun di dunia kerja, siap bekerja dan mampu
diandalkan, tidak sekedar bekerja tanpa keahlian.
Terlebih
lagi, mahasiswa memang sudah dikenal sebagai agent of change, director
of change, dan creative minority. Peran
tersebut bisa dibuktikan dengan segala upaya dan tindakan untuk ikut serta menuntaskan
permasalahan bangsa yang sampai sekarang belum juga usai. Contohnya yaitu berbagai
permasalahan pendidikan, mulai dari kurikulum sampai jomplang–nya
kualitas pendidikan antara desa dan kota.
Selanjutnya,
menelisik peran mahasiswa dalam kesuksesan bonus demografi lebih mengerucut
pada partisipasinya mendorong peningkatan kualitas penduduk. Sebab, peningkatan
kualitas penduduk yang diperoleh, akan menentukan kualitas pendidikan yang
nantinya akan mendistribusikan berbagai macam kebutuhan bangsa dan negara
(Kominfo; 2014).
Sedangkan
jenjang pendidikan menurut data BPS (2013), menunjukkan Angka Partisipasi
Sekolah (APS) atau rasio penduduk yang bersekolah masih rendah, yakni kelompok
usia penduduk 7-12 tahun mencapai 98,29%, APS penduduk usia 13-15 tahun
mencapai 90,48%. Di sisi lain, usia penduduk 16-18 tahun, baru mencapai 63,27%,
hal itu mengindikasikan bahwa masih terdapat sekitar 36,73% penduduk tidak
bersekolah. Entah karena belum atau tidak pernah sekolah, putus sekolah atau
bahkan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena desakan ekonomi.
Kenyataan
tersebut seharusnya menjadi PR besar bagi kita selaku mahasiswa untuk mendorong
kawula muda bersekolah lebih tinggi. Hal ini bisa diupayakan dangan
gerakan-gerakan sosial berbentuk pengabdian, atau melakukan program nyata
kepada masyarakat secara langsung, sesuai dengan kapasitas keilmuan yang dimiliki.
Maka
untuk menghadapi era bonus demografi, marilah kita persiapkan sedari dini. Marilah
kita sebagai mahasiswa berkontribusi untuk
kemajuan bangsa dan negara melalui semangat bonus demografi. Jadilah pemuda
yang aktif, positif dan inovatif. Yang tentunya akan membawa kita menuju
kesuksesan dan Indonesia berkemajuan. Hidup Mahasiswa! Hidup Mahasiswa
Indonesia! (Vidi Mila Sukmawati).
ESSAI BONUS DEMOGRAFI INDONESIA (2)
“ Mahasiswa
Sebagai Generasi Muda Akademisi Penggerak Roda Pendidikan yang Berkualitas dan
Berkarakter untuk Menuju Indonesia Sejahtera“
Indonesia yang telah berumur lebih
dari setengah abad ini menandai bahwa Indonesia mampu mempertahankan eksistensi
kemerdekaannya di kancah dunia. Hal tersebut tentu didukung oleh beberapa
komponen, baik dari sumber daya manusianya maupun aspek-aspek yang tidak
terlihat secara langsung pengaruhnya seperti arus teknologi yang pesat.
Derasnya arus informasi dan teknologi hingga meleburnya batas-batas dunia
mengakibatkan semua pihak tak terkecuali dapat mengakses berbagai hal mulai
dari bidang ekonomi, sosial budaya, politik, dan bidang-bidang lainnya. Salah
satu dampak yang kita rasakan sampai saat ini ialah semakin berkembangnya
modernisasi di semua kalangan, khususnya para generasi muda Indonesia.
Modernisasi memiliki dua dampak yang
mampu mengubah daya pikir dan mentalitas para generasi menjadi lebih maju,
kreatif, inovatif sekaligus melahirkan generasi pendiri dan pembangun bangsa
atau justru menjadikan generasi perusak NKRI. Namun, dampak nyata yang
dirasakan saat ini adalah banyaknya pembaharuan yang dilakukan oleh generasi
muda. Hal ini dibuktikan melalui
keterlibatan mahasiswa dimana mereka berperan sebagai pelajar sekaligus
penggerak negara. Oleh karenanya, partisipasi dan dukungan mahasiswa diharapkan
mampu memanfaatkan puncak dari bonus demografi pada tahun 2025 secara maksimal.
Pada dasarnya bonus demografi yang
berasal dari kata “ Demographic Dividend
” adalah keuntungan yang dapat dinikmati suatu negara sebagai akibat dari
besarnya proporsi penduduk usia produktif yakni antara umur 15-64 tahun. Kondisi
ini menggambarkan bahwa jumlah angkatan akan mengalami peningkatan secara tajam
baik dari segi kependudukan maupun peningkatan tabungan masyarakat dan tabungan
nasional. Berdasarkan prediksi kondisi demografi pada tahun 2020-2030,
Indonesia akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif sedangkan usia
tidak produktif sekitar 80 juta jiwa.
Melihat kondisi
tersebut tugas yang di emban oleh mahasiswa yang utama dan mampu untuk
dilaksanakan adalah belajar untuk menambah wawasan dan meningkatkan softskill.
Di era modern, kita dimudahkan dalam berbagai hal, tidak memiliki motor dapat
memesan Ojek Online, malas untuk pergi belanja hanya
perlu pesan di online shop,
komunikasi dapat dilakukan melalui media sosial, malas pergi makan tinggal
pesan Go Food, apalagi untuk mencari
ilmu kita sebagai mahasiswa dapat dengan mudah memperolehnya dengan cara browsing
bahkan mendownload buku secara online.
Contoh kecil
modernisasi yaitu dapat menjadi batu loncatan menuju mahasiswa melek akan
IPTEK. Mahasiswa yang memiliki kepekaan tinggi terhadap lingkungan dan
pemikirannya yang kritis sangat dibutuhkan masyarakat. Dalam mempersiapkan
bonus demografi 2025 diharapkan mahasiswa mampu menjadi motor penggerak
kemajuan dalam proses pembangunan. Mahasiswa
merupakan agen perubahan yang memiliki intelektual tinggi, penalaran dan
kepekaan kuat, serta tingkat kepedulian tinggi terhadap masyarakat.
Peran mahasiswa
tidak hanya dalam bidang akademik saja, namun juga berpikir untuk mengabdikan tenaga
dan ilmunya bagi masyarakat. Sudah menjadi keharusan mahasiswa turut memberi
dukungan dan ikut berpartisipasi dalam menyoroti segala kebijakan pemerintah
khususnya hal-hal yang berkaitan dengan masalah kependudukan dan kemiskinan di
Indonesia. Dalam kenyataannya banyak mahasiswa berpendidikan tinggi, aktivis
hebat, rela turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi dengan semangat membara,
dan menguasai teori-teori keilmuan. Akan tetapi sedikit dari mereka yang
mengerti akan konsep perubahan dan kebangkitan masyarakat.
Oleh karena itu,
kontribusi mahasiswa sangat diperlukan dalam membangun Indonesia. Indonesia
membutuhkan orang-orang yang memiliki kinerja tinggi, berpendidikan,
berkarakter, dan tentunya berkualitas bukan hanya kuantitas yang diunggulkan.
Mahasiswa harus mampu menjadi pelopor pergerakan dengan memberikan sumbangsih
dalam melakukan kontrol kebijakan pemerintah sekaligus berupaya memenuhi
kebutuhan akan perbaikan pendidikan nasional untuk mencapai Indonesia madani
melalui para generasi profetik.
Mahasiswa perlu
menjalankan dan memaksimalkan perannya
dalam meningkatkan kualitas diri. Pendidikan dan pembekalan skill
sangat diperlukan dalam membangun dan memajukan Indonesia sebagai negara yang
memiliki sumber daya berkualitas serta memiliki sikap kompetitif, dan mampu
mempertahankan potensi Indonesia yang akan menduduki bonus demografi. Mahasiswa
sebagai generasi akademisi memiliki posisi strategis menjadi bagian dari bonus
demografi. Mahasiswa juga perlu memaksimalkan potensi yang dimilikinya baik
dari segi intelektual maupun loyalitas diri untuk turut serta menjadi generasi
produktif Indonesia dimana tanggungjawab dan nasib Indonesia berada di pundak
generasi muda.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa segala perubahan, segala
bentuk IPTEK yang masuk ke Indonesia memiliki banyak manfaat jika kita mampu menggunakannya
dengan bijak. Arus modernisasi justru menjadikan generasi muda kaya akan
wawasan IPTEK sekaligus turut membentuk mereka menjadi generasi emas yang mampu
memanfaatkan segala peluang. NKRI membutuhkan generasi yang berkualitas,
berkarakter, dan berkepribadian Indonesia. Saat ini peran mahasiswa diharapkan mampu
menjadi generasi muda akademisi penggerak roda pendidikan untuk menuju
Indonesia sejahtera. ( Luthfi Nur ‘Aini )
SOSIOLOGI MENGAJAR
Sosiologi Mengajar: Baktiku Untuk
Masyarakat
Penulis: Vickita Rahma Dwi
Saputri
Sosiologi Mengajar merupakan kegiatan yang
bergerak di bidang pengabdian masyarakat dalam lingkup pendidikan. Dengan adanya kegiatan
Sosiologi Mengajar ini, semakin menunjukkan bagaimana peran nyata Pendidikan
Sosiologi FIS UNY turun langsung
membantu masyarakat. Sosiologi Mengajar bertujuan untuk memecahkan permasalahan sosial yang
ada dalam masyarakat seperti minat belajar anak-anak yang relatif rendah,
kurangnya intensitas belajar anak-anak, dan pandangan anak-anak bahwa belajar
adalah hal yang membosankan. Selain itu,
dalam kegiatan Sosiologi Mengajar ini tidak hanya menekankan pada aspek
akademik saja, melainkan juga menekankan pada pendidikan karakter yang bisa dibilang tak kalah
penting dengan kegiatan akademik. Sosiologi Mengajar ke-6 ini berusaha
menumbuhkan kreativitas dan budi pekerti dalam diri adik-adik sehingga di masa mendatang mereka dapat menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas dan
berkarakter.
Sosiologi Mengajar #6 ini mengambil tema
“GIAT” yang merupakan singkatan dari Generasi Indonesia Hebat. Saat ini Sosmeng dilaksanakan di Dusun
Mlati Beningan, Sendangadi, Mlati, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan ini akan berlangsung
kurang lebih 2,5 bulan yang mana sudah dimulai sejak tanggal 9 September 2018
dan dilaksanakan setiap hari Selasa, Jumat, dan Minggu. Total kegiatan Sosmeng
sendiri ada 16 kali kegiatan akademik, 4 kali kegiatan non akademik, dan 3 kali
refreshing.
Sosmeng yang merupakan progam
kerja Divisi Hubungan Masyarakat Kesejahteraan Mahasiswa (HMKM), menggerakkan Mahasiswa
Dilogi dengan membuka open recruitment dan
open volunteer. Untuk pengajar
nantinya akan di plotkan ke dalam jenjang jenjang pendidikan dan juga mata
pelajarannya seperti mengajar di TK, SD, SMP dan untuk mata pelajarannya
seperti matematika, PKN, IPS, dan sebagainya.
Goals dari
kegiatan Sosiologi Mengajar #6 sendiri yaitu menanamkan nilai-nilai pendidikan
karakter yang diajarkan kepada adik-adik agar kelak dapat diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu, Sosmeng berusaha membantu mengatasi masalah
yang ada terkait minat belajar adik-adik di desa tersebut.
POTRET MAHASISWA SOSIOLOGI BER-PERAN
POTRET MAHASISWA SOSIOLOGI BER-PERAN
Yulia
Kartikasari (Pendidikan Sosiologi 2017 A)
(Sie
Kaderisasi KT Desa Nepen Candibinangun Pakem ,PIK-R Desa, Pengajar
sukarela )
“Menurut
pendapat saya, kalau mau melihat di zaman yang modern seperti ini rasanya peran
pemuda khususnya dilingkungan masyarakat mulai berkurang. Peran pemuda sangat
dibutuhkan demi kemajuan masyarakatnya. Bagaimana masyarakat akan maju jika
pemudanya hanya diam membisu. Untuk itu, kita tidak hanya pandai berteori saja,
alangkah baiknya kita juga harus punya action
di lingkungan masyarakat, seperti membangun desa dengan ide-ide/ilmu baru yang
telah anda dapatkan di kampus, bangun kegiatan positif untuk memberdayakan
masyarakat”
Rizky
Zulryiawan (Pendidikan Sosiologi 2016 A)
(Pemuda
Dusun Ngemplak 1, Umbulmartani, Ngemplak,
Sleman, Yogyakarta)
“Pemuda
ikut andil dalam menentukan arah kebijakan desa supaya
Program Pemberdayaan di Desa betul-betul dirasakan oleh masyaralat. Contohnya karang taruna,
sebagai pemberdaya masyarakat,
wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran
dan tanggung jawab sosial”
Siti
Munawaroh ( Pendidikan Sosiologi 2017 A)
(Pengurus
KT Dusun
Karangasem, Patalan, Jetis, Bantul, Yogyakarta)
“Pemuda
punya peran? Ya, menurutku pemuda itu sangat berpengaruh pada kehidupan
masyarakat. Suatu desa yang peran
pemudanya mati, maka seolah-olah desa itu mati juga. Salah satu peran pemuda
yang sering kita temui yaitu karang taruna. Dengan adanya karang taruna, pemuda
dapat berkontribusi secara langsung untuk masyarakat. Contohnya dengan
mengadakan kegiatan sosial seperti gotong royong maupun kegiatan memperingati
HUT RI. Kegiatan-kegiatan seperti inilah yang diharapkan akan membawa perubahan
menuju kemajuan pada masyarakat. Jadi sangat disayangkan apabila masih banyak
sekali pemuda yang belum menyadari keistimewaan perannya”
Dina Rahmawati (Pendidikan
Sosiologi 2016 B)
(Pengurus Karang
Taruna, Imaba
(Ikatan Mahasiswa Bantul), Forum Pelestari Air Kec. Piyungan, dan Forum Ketoprak Kec. Piyungan)
“Peran
pemuda dalam masyarakat menurutku
pemuda sebagai ujung tombak dari sebuah
masyarakat, garda depan, agent of change, pokoknya punya peran yang sangat penting dalam masyarakat”
Devianti Astira Ahadea (Pendidikan Sosiologi 2018 A)
(Humas Paguyuban Duta Wisata
Pacitan)
“Pemuda punya peran dalam
masyarkat itu pas dan poin plus banget, kenapa gitu ? karena pemuda itu masi
punya tenaga fikiran dan ide-ide yang
kuat buat membangun masyarakat dan lingkungannya dan mayoritas beberapa organisasi
itu anggotanya pasti pemuda, nah dari organisasi itu pula pemuda bisa mengembangkan
pendapatnya, maka dari itu peran pemuda di masyarakat sangat penting, karena
masih tetua di lingkungan memberikan amanah maupun tugas yang akan diemban
kembali kepada pemuda”
Selasa, 26 Juni 2018
Mungkinkah Nanti Sekolah Hanya Sebuah Mitos?
Mungkinkah Nanti Sekolah Hanya Sebuah Mitos?
Dewasa
ini, sekolah berkembang menjadi lebih modern,
didukung oleh teknologi yang semakin modern
pula. Perkembangan yang semakin maju menuntut pemikiran siswa yang semakin
kritis, aktif dan kreatif serta inovatif. “Teknologi dapat memudahkan guru
dalam mencari sumber-sumber pembelajaran, siswa juga dapat lebih mudah dalam
mengakses berbagai sumber pengetahuan” ucap Bu Nur (9/05/18) . Penggunaan internet
sudah banyak digunakan bahkan hampir seluruh sekolah di Indonesia pasti pernah
merasakan dampak dari globalisasi berupa teknologi dan internet. Didukung oleh
sistem kurikulum 2013 (K13), sekolah dituntut untuk menggunakan teknologi dan
internet dalam proses pembelajarannya. Hal ini menyebabkan tidak hanya siswa
yang bisa dan aktif dalam penggunaan teknologi khususnya internet untuk mencari
sebuah pengetahuan namun, guru sebagai pendidik dan pengajar juga diwajibkan
untuk dapat menguasai penggunaan teknologi bahkan menerapkannya dalam proses
belajar dan mengajar di sekolah. Penerapan teknologi oleh guru dalam proses KMB
(Kegiatan Belajar Mengajar) dapat berupa pemberian tugas dan pengajaran
menggunakan media digital seperti proyektor.
Ibu
Nur mengatakan bahwa dalam pemberian tugas dan proses pembelajaran yang ia
lakukan di MAN 1 Yogyakarta sudah menggunakan teknologi dan internet dalam
pembelajarannya seperti memberikan tugas kepada siswa agar mencari sebuah
gambar melalui inetrnet lalu di buat power
point, selanjutnya siswa dapat menjelaskan apa yang mereka tahu tentang
gambar tersebut di depan kelas. Hal ini dapat membuat pengetahuan siswa lebih
luas dan kritis serta kreatif sesuai apa yang ada di pikiran mereka lalu melatih
keberanian siswa dalam menyampaikan pemikirannya di depan umum. Karakter siswa
dapat dibentuk melalui proses ini.
Meskipun teknologi sudah diterapkan dalam
proses pembelajaran namun, akan tetap ada hambatan dalam penggunaan teknologi
di sekolah baik dari siswa maupun guru itu sendiri. Tidak semua siswa memiliki
teknologi yang lengkap seperti laptop, handphone, ataupun wifi sebagai penunjang pembelajaran yang modern meskipun sekolah
telah memberikan fasilitas yang baik namun, siswa akan kesulitan mengakses
tugas dari guru apabila menggunakan internet apalagi ada beberapa siswa yang
berada di pondok dimana akses untuk penggunaan teknologi sangat terbatas. Sedangkan
untuk guru, hambatan yang dihadapi adalah susah untuk mengikuti perkembangan
teknologi yang semakin pesat, khusunya guru yang sudah senior.
Dengan
adanya teknologi yang semakin maju guru dapat memberi tugas melalui internet
bahkan pengajaran pun dapat dilakukan melalui internet tanpa harus bertemu
langsung dengan siswa. Namun, hal ini ditakutkan dapat membuat sekolah hanya
sebuah formalitas atau lembaga mitos ke depannya. Menurut KBBI, mitos merupakan
sesuatu yang memiliki arti yang mendalam dan diungkapkan secara gaib atau lebih
tepatnya mengada-ada. Menurut narasumber, sekolah tidak boleh menjadi sebuah
mitos meskipun teknologi banyak menyebabkan dampak positif dan kemudahan dalam
proses KMB bukan berarti teknologi dapat mengendalikan manusia, namun manusia
yang harus menguasai teknologi dan mengendalikannya. Pembelajaran dapat di
akses melalui internet bahkan internet terkadang lebih tahu dari seorang guru
namun, pengajaran akhlak, nilai, dan karakter tak dapat diajarkan hanya melalui
media teknologi internet. Melainkan harus ada peran guru secara langsung. Jadi,
peran dari sekolah sebagai wadah pendidikan tidak boleh dikatakan hanya sebuah
mitos nantinya. “Teknologi mungkin sudah maju,,, namun bukan berarti
teknologi dapat mengendalikan pembuatnya (manusia)”. (AL)
Penerapan E-Learning di Perguruan Tinggi
Penerapan
E-Learning di Perguruan Tinggi
Kemajuan
teknologi dan informasi yang merajai hampir seluruh sektor semakin menunjukkan pengaruhnya di
bidang pendidikan. Salah satu bentuk kemajuan teknologi dan informasi dalam
kegiatan pembelajaran baik di sekolah maupun perguruan tinggi adalah electronic learning.
Electronic learning atau
yang bisa disebut e-learning adalah
bentuk sistem pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam proses
belajar dan mengajar, baik melalui website maupun aplikasi-aplikasi pembelajaran. Pemanfaatan e-learning dalam dunia pendidikan
merupakan sarana penunjang dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran di dalam kelas.
Universitas
Negeri Yogyakarta sendiri telah
menerapkan e-learning yang dapat kita lihat dengan adanya be-smart.
Be-smart merupakan suatu media
pembelajaran yang disediakan untuk proses belajar mengajar interaktif melalui
internet yang ditujukan untuk dosen dan mahasiswa UNY. Pada Jurusan Pendidikan Sosiologi, e-learning sudah diterapkan oleh
beberapa dosen baik dalam hal penyampaian materi maupun pemberian tugas. Salah
satu aplikasi yang digunakan dalam kegiatan pembelajarannya adalah Google Classroom. Google Classroom merupakan suatu ruang pembelajaran yang
diperuntukkan bagi setiap lingkup pendidikan, yang dimaksudkan untuk memudahkan
kegiatan pembelajaran tanpa interaksi tatap muka. Dengan ini, mahasiswa
dimudahkan dalam mengirim tugas dan mendapatkan materi pembelajaran yang diberikan oleh
dosen.
“Hadirnya
e-learning dalam dunia pendidikan
menjadi sebuah terobosan baru yang bukan untuk menghapuskan pembelajaran
konvensional atau tatap muka, namun untuk menguatkan dan melengkapi
pembelajaran konvensional itu sendiri,” kata Denanda, mahasiswa aktif
Pendidikan Sosiologi 2015. “Karena
kalau semua kegiatan pembelajaran adalah
e-learning, hal tersebut
justru memicu pudarnya interaksi antara mahasiswa dengan dosen itu sendiri,”
tambahnya.
E-learning
sangat membantu dosen dan mahasiswa dengan memberikan banyak kemudahan, efektivitas, dan juga efisiensi dalam
kegiatan belajar mengajar. Namun dalam prosesnya, penggunaan sistem pengajaran
berbasis digital ini memiliki beberapa tantangan yang masih harus ditangani khususnya dalam dunia pendidikan.
Tantangan hadir dari penggunanya sendiri, yaitu dosen dan mahasiswa. Mahasiswa
terkadang masih merasa kesulitan dalam penggunaan teknologi yang berkembang dan
berinovasi secara terus menerus. Sementara itu untuk dosen selaku pendidik,
tantangannya adalah masih banyaknya dosen yang belum sepenuhnya menguasai
teknologi. Hal ini tentu berdampak pada penggunaan e-learning yang belum dapat dikatakan sempurna.
Hadirnya
electronic learning di perguruan
tinggi selain memiliki banyak kelebihan, juga memiliki kekurangan. Sebagai
contoh, dengan kegiatan pembelajaran tanpa tatap muka dan interaksi langsung, e-learning dipandang menggugurkan peran
dosen yang justru tergantikan dengan kecanggihan teknologi. Selain itu, melalui
e-learning pendidikan
karakter juga menurun. Hal ini disebabkan karena e-learning lebih fokus
pada pengontrolan mahasiswa dalam
akademiknya saja. Nilai-nilai karakter dan moral seperti sopan santun,
kedisiplinan, dan keaktifan kurang mendapat perhatian. Untuk mengatasi dampak negatif
penggunaan e-learning, pengguna harus
lebih bijaksana dalam menggunakan teknologi.
Denanda
mengatakan, “Pembelajaran di perguruan tinggi lebih baik kepada kombinasi
antara e-learning dengan konvensional. Kalau konvensional semua itu
seperti menunjukkan kalau kita tidak
mengikuti perkembangan teknologi yang ada." “Kalau
konvensional kan tatap muka setiap hari, mengerjakan tugas di cetak kemudian
dikumpulkan yang terkadang memakan waktu dan biaya banyak. Tapi kalau
dikombinasikan dengan e-learning yang
pengiriman tugasnya dikirim melalui internet, tentu dapat menghemat kertas juga. Misal semua konvensional kita
hanya terpaku dengan sistem pembelajaran yang tradisional,” lanjutnya. (LNK)
Menelisik Dunia Pendidikan Melalui Museum Dewantara Kirti Griya
Menelisik Dunia Pendidikan Melalui Museum Dewantara Kirti Griya
YOGYAKARTA—Museum
Dewantara Kirti Griya (MDKG) merupakan rumah peninggalan sejarah Ki Hadjar Dewantara. Museum berbentuk memorial sebagai bentuk
berjalannya sejarah. Nama Museum ini berasal dari
“Dewantara” diambil dari bagian nama yakni nama Ki Hadjar Dewantara, Kirti yang berarti kerja atau hasil kerja , dan Griya berarti rumah.
“Museum ini berbentuk memorial sebagai bentuk berjalannya sejarah, dan
rumah hasil kerja Ki Hadjar Dewantara” kata
Dhrajat Iskandar selaku edukator museum.
Museum yang terletak di kompleks perguruan Tamansiswa, Jalan Tamansiswa No 31 Yogyakarta, sebagai
media yang menceritakan kehidupan Ki Hadjar Dewantara melalui foto dan
barang-barang yang ada di dalam museum. Berbagai perlengkapan kerja, koleksi
buku, kursi, meja, mesin ketik, salah satu instrumen gamelan dan properti lain
yang masih tertata rapi di dalam museum. “Di dalam museum ini selain terdapat
peninggalan tangible juga terdapat peninggalan intangible, misalnya ya
pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara”
kata Dhrajat.
Museum yang diresmikan sejak tahun 1970 ini tidak dapat dilepaskan dari
tokoh Ki Hadjar Dewantara. Membicarakan Ki Hadjar Dewantara berarti memahami
tentang berbagai hal, termasuk pemikiran-pemikiran beliau khususnya di dunia pendidikan. Sistem pendidikan Ki Hadjar Dewantara sampai
saat ini masih digunakan di Tamansiswa, di mana sistem pendidikannya
mengedepankan kebudayaan lokal. Kesenian adalah ujung tombak pendidikan sesuai
dengan candra sengkala peresmian pendopo agung tamansiswa yang berbunyi
“Amboeko Raras Angesti Widji” yang sekaligus menjadi ciri khas sekolah
Tamansiswa, di mana melalui seni bukan menjadikan anak sebagai seniman, namun
lebih kepada mengolah jiwa keindahan pada diri melalui konsep budaya wirasa,
wirama serta wiraga.
“Dengan wiraga misal latihan 'nembang dan nari' secara tidak
langsung anak melakukan kegiatan motorik. Dengan wirama anak akan mengatur temponya, secara tidak langsung akan belajar
mengontrol diri.
Dan dengan wirasa anak belajar tentang
kepekaan terhadap temannya” ujar
Dhrajat.
Di sekolah Taman Siswa kebudayaan bukan lagi masuk dalam ekstrakurikuler,
namun tergabung dalam intrakurikuler. Selain sistem pendidikan yang
masih diterapkan, terdapat juga berbagai pemikiran Ki
Hadjar Dewantara yang terkenal. “Terdapat fatwa Ki Hadjar Dewantara yang sampai saat ini masih di gunakan,
misalnya Tut Wuri Handayani” jelas Dhrajat.
Tut Wuri Handayani sebagai salah satu semboyan dalam dunia pendidikan
yang paling terkenal. Semboyan yang
berartikan ‘mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh serta menguatkan’ tersebut, ,sampai
saat ini masih relevan diterapkan bagi seorang pendidik. Hal ini dapat dilihat dari sudut pendidik
di mana sebagai
pendidik harus mampu mengikuti dan mengawasi peserta didik . Di era saat ini sistem pendidikan Ki Hadjar Dewantara masih digunakan dalam
dunia pendidkan, salah satunya sistem among. Sistem yang menyokong kodrat alam
anak, pendidikan bukan semata mata hanya berorientasi mencari kepandaian, namun
berpusat terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sistem Among ini
mendidik jiwa merdeka sesuai kodrat alami kemampuan anak. Di era saat ini
pendidikan tidak lagi berorientasi kepada guru, namun menuntut anak untuk lebih
mandiri dalam arti bisa bereksplorasi terhadap kemampuan yang dimiliki
anak. Dalam sistem among ini peran guru
sebagai pendidik yakni mengawasi dan membimbing peserta didik.
“Di era millenial ini, tuntutan untuk peserta didik agar lebih
mandiri tentu sesuai dengan sistem among, yaitu
berlatih untuk mandiri, berusaha terlebih dahulu kemudian jika tidak
bisa baru di bantu” ujar Dhrajat. Berbicara tentang sistem pendidikan Ki Hadjar
Dewantara dan pendidikan di era millenial.
Sampai saat ini pemikiran Ki Hadjar di bidang pendidikan masih relevan.
Misalnya konsep Tri Kon selain sebagai pengembangan budaya, konsep ini juga sebagai pedoman untuk
tantangan pendidikan di era millenial.
Tri Kon; Kontinue yakni pengembangan kebudayaan yang dilakukan secara
berkelanjutan, Konvergensi yaitu memadukan kebudayaan bangsa sendiri dengan kebudayaan
asing (menyerap dengan seleksi atau memfilter) dan Konsentris yakni mengikuti
perkembangan zaman namun tidak kehilangan kepribadian kebudayaan masing-masing. “Konsep Tri Kon bisa membendung kebudayaan dari luar yang saat ini semakin
pesat dan kadang tidak sesuai dengan kebudayaan kita” tutup Dhrajat. (NRA)
MENENGOK PENANAMAN MORAL KELUARGA SUKU SAMIN
MENENGOK
PENANAMAN MORAL KELUARGA SUKU SAMIN
Pendidikan
merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, sehingga tidak heran jika pemerintah selalu memerhatikan pendidikan untuk warganya. Seperti halnya
di Indonesia, berbagai peraturan diperbaharui dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Salah satunya adalah kurikulum yang selalu diperbaharui hingga detail dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Pendidikan
di Indonesia kini semakin mengalami perkembangan yang pesat dengan dibarengi berbagai
program-program unggulan, salah satunya adalah pendidikan karakter.
Hal ini banyak dielu-elukan mengingat maraknya dampak adanya globalisasi yang sebelumnya tidak dibarengi dengan pembekalan mental para peserta didik.
Sehingga pendidikan moral dianggap sebagai salah satu upaya untuk mengatasi dampak tersebut.
Namun,
pendidikan moral akan sia-sia jika tidak diintegrasikan dengan berbagai pihak
yang terlibat dalam kehidupan peserta didik, terutama keluarga.
Dalam keluarga, anak akan memperoleh dasar-dasar nilai dan perilaku sebagai bekal ketika dia mulai berinteraksi dengan masyarakat secara luas. Pendidikan dalam keluarga terkait dengan penanaman nilai-nilai budi pekerti dilaksanakan secara menyeluruh pada masyarakat Sedulur Sikep di Dusun Tambak, Kecamatan Cepu,
Kabupaten Blora. Nilai kehidupan tentang Sabar,
ngalah, nerimo, rukun, aja srei, dan ora drengki menjadi nilai
yang melekat dalam kehidupan mereka. Selain itu, pemikiran
yang positif mengenai berbagai hal juga
diajarkan oleh orangtua kepada anak-anaknya.
Pola
pendidikan yang dianut oleh masyarakat Sedulur Sikep yaitu tetap menyekolahkan anak-anaknya meski pun hanya sampai tingkat Sekolah Dasar namun tidak tamat seperti masyarakat pada umumnya. Hal ini disebabkan karena orangtua lebih memilih mendidik secara langsung anak-anaknya dengan cara
dan tangan sendiri. Pola tersebut diberlakukan untuk semua anggota masyarakat. Meskipun demikian, transfer nilai disampaikan secara langsung oleh orangtua dan masyarakat dengan berbagai cara.
Misalnya adalah tentang jujur dan tidak dengki yang selalu dinasihatkan oleh anaknya setiap hari,
baik pada saat anak melakukan kesalahan maupun saat melakukan pekerjaan rumah. Pembelajaran yang dilakukan oleh
orangtua Sedulur Sikep ini bukan hanya sekedar teori namun juga dapat dipraktikkan secara langsung.
Sehingga, proses pendidikan moral berhasil dan mampu menghasilkan masyarakat cenderung harmonis
dan hampir tidak ditemui penyimpangan.
Pendidikan
moral yang ada di masyarakat Sedulur Sikep cukup efektif karena pendidikan diberikan secara langsung dari
orangtua kepada anaknya. Hal ini perlu pula menjadi contoh bagi masyarakat modern seperti saat ini dengan tidak melepaskan anaknya
pada pendidikan formal tanpa dibarengi sosialisasi dari orang tua terkait dengan pembentukan karakter anak.
Perhatian yang lebih dari orang tua pada
pendidikan tidak hanya mencarikan lembaga atau sekolah yang bagus kualitasnya, tetapi perlu pula pemahaman bahwa anak tidak dapat lepas dari pendidikan yang diberikan orangtua atau keluarganya.
Langganan:
Komentar (Atom)






