Minggu, 02 Juni 2013

Jangan Berpersepsi Sebelum Mengetahui

 
Pondok waria. Nampaknya hal itu masih tabu di telinga kita, tapi itulah yang ada di daerah Notoyudan, Yogyakarta. Ponpes ini adalah satu-satunya ponpes khusus waria di Indonesia. Ponpes ini juga sudah dikenal sampai tingkat dunia. Popes waria Al-Fattah didirikan sejak tahun 2008 atas ide dari Bpk. KH. Hamroli Harun. Motivasi beliau untuk mendirikan ponpes ini adalah, agar kaum waria bisa diterima di masyarakat luas, karena bagaimanapun juga mereka juga manusia biasa yang membutuhkan interaksi dengan orang lain. Menurut ibu Maryani, selaku pengasuh ponpes waria menjelaskan bahwa “waria bukanlah pilihan, tapi kodrat. Waria juga bukan penyakit, karena mereka adalah orang normal yang menyadari adanya perbadaan pada dirinya dengan orang lain”. Ibu Maryanti juga menjelaskan bahwa “tidak semua waria itu buruk”. Image buruk yang sudah terlanjur melekat pada diri waria itulah yang membuat ibu Maryani terdorong untuk lebih mengembangkan ponpes ini.
            Kegiatan rutin di ponpes waria Al-Fattah diadakan setiap Malam Senin dan Malam Kamis. Dimana setiap pukul 17.00 mereka datang ke pondok, kemudian dilanjutkan dengan bersholawat nariah bersama, Sholat Maghrib berjamaah, membaca Al-Fatihah sebanyak 100 kali, Sholat Isya berjamaah, kemudian dilanjutkan dengan belajar membaca Al-Quran dan belajar Sholat bagi mereka yang belum bisa. Kegiatan ibadah mereka pun tidak hanya sampai disitu saja, karena pukul 21.00 mereka harus Sholat Hajat, pukul 02.00 Sholat Tahajud, pukul 04.00 Sholat Subuh, dan diakhiri dengan Sholat Fajar, setelah semuanya selesai barulah mereka pulang ke rumah atau kos mereka masing-masing. Dalam hal beribadah, waria di ponpes ini ada yang menggunakan mukena, ada juga yang menggunakan sarung. Hal itu terserah mereka masing-masing, asalkan bagi mereka yang sudah memilih untuk memakai sarung maka mereka tidak boleh  memakai mukena, dan sebaliknya.
            Di ponpes waria Al- Fattah ternyata tidak hanya terdapat waria dari Yogyakarta saja, melainkan banyak waria yang berasal dari berbagai wilayah, misalnya dari Medan, Bandung, Padang, Surabaya, dan sebagainya. Dan kehidupan mereka pun ternyata tidak jauh berbeda dengan masyarakat lain. Misalnya, banyak waria disini yang sudah memiliki pasangan hidup. Seperti Novi, ia adalah salah satu waria yang berasal dari Surabaya, dan kini ia telah 12 tahun menjalani hidupnya bersama sang suami. Begitu juga dengan Irma, ia adalah salah satu waria yang bekerja sebagai penjual ayam goreng, ia pun sudah mempunyai pasangan hidup.
            Sebagian besar waria di ponpes Al-Fattah telah merasakan kejanggalan dalam dirinya sejak ia kecil. Seperti halnya yang dirasakan Irma, ia dilahirkan sebagai seorang laki-laki, namun ternyata ia mempunyai jiwa dan perasaan seorang perempuan. Dan ia menyadari hal ini sejak ia TK. Hal serupa juga dirasakan oleh Novi, tapi ia baru berani memutuskan bahwa dirinya adalah seorang waria setelah ia duduk di bangku SMA. Dan Ibu Maryani sebagai pengasuh ponpes ini pun mengalami hal yang sama dengan Irma dan Novi. Beliau dilahirkan sebagai seorang laki-laki, namun dengan berjalannya waktu, ternyata beliau tidak bisa menjalankan perannya sebagai laki-laki, kemudia beliaupun memutuskan untuk menjadi waria. Kini Ibu Maryani, mempunyai seorang anak yang diadopsi sejak anak tersebut berusia 1 jam. Beliaupun menegaskan “ Laki-laki mana yang bisa mengurus anak sejak usia 1 jam? Hanya jiwa seorang wanitalah yang bisa menyayangi dan mengasuhnya, karena menurut beliau mengasuh anak kecil tidaklah mudah”.       
            Waria merupakan manusia biasa yang mempunyai kedudukan sama dalam masyarakat, dan jika ada kesempatan bagi mereka untuk menduduki kursi pemerintahan, pastilah diantara kaum yang marginal ini ada yang mampu untuk menduduki kursi tersebut, karena ada banyak waria yang berpendidikan tinggi. Jadi janganlah kita memandang sebelah mata mengenai waria yang ada di seitar kita, karena waria bukanlah pilihan, tapi waria merupakan kodrat yang sudah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.(Rimawati)

WARIA BUKANLAH PILIHAN, TAPI TAKDIR. WARIA JUGA BUKAN PENYAKIT, KARENA DIA MENYADARI ADANYA PERBEDAAN PADA DIRINYA DENGAN ORANG LAIN.

 

Pendidikan Sosiologi UNY Sambut Silaturahim Pendidikan Sosiologi UNM

Jurusan Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) kedatangan tamu dari Prodi Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Makassar (UNM), Rabu (6 / 3). Acara yang bertajuk Silaturahim Pendidikan Sosiologi UNM kepada Pendidikan Sosiologi UNY ini diselenggarakan di Ruang Ki Hajar Dewantara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.
            Acara ini digelar dengan tujuan study banding Pendidikan Sosiologi UNM kepada Pendidikan Sosiologi UNY, sekaligus memepererat hubungan kerjasama kedua belah pihak. Acara Silaturahim ini terselenggara oleh HIMA (Himpunan Mahasiswa) Pendidikan Sosiologi UNY dengan menghadirkan Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag, Bapak Grendi Hendrastomo, MM. MA selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi UNY, beberapa Staff Dosen pengajar Pendidikan Sosiologi UNY dan pengurus HIMA Pendidikan Sosiologi UNY periode 2013. Sementara pihak Pendidikan Sosiologi UNM membawa armada Mahasiswa angkatan 2010 beserta dua Dosen pendamping.
            Rangkaian kegiatan dibuka oleh sambutan kulonuwun dari xxxxxxx salah seorang Dosen pendamping Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNM, lalu disambung oleh sambutan monggo pinarak dari Dekan FIS UNY, kemudian diakhiri oleh sambutan Bapak Grendi Hendrastomo, MM. MA yang sekaligus memberikan keterangan terkait bagaimana sistem, metode dan proses perkuliahan di Jurusan Pendidikan Sosiologi UNY. Grendi Hendrastomo menyampaikan kepada Dosen dan Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNM tentang dukungannya terhadap kerjasama antara kedua belah pihak. Beliau juga menjelaskan tentang sistem pengajaran yang diterpakan di Jurusan Pendidikan Sosiologi UNY. “Di jurusan kami ada total 147 SKS yang terdiri dari materi keilmuan dan materi kependidikan yang sudah termasuk skripsi, dan kami para Staff Dosen Pengajar juga memberikan suntikan atau rangsangan kepada Mahasiswa kami agar mereka bisa lulus lebih cepat dari standar umum yaitu 4 tahun,” papar Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi UNY tersebut.
            Setelah Grendi Hendrastomo, MM. MA menjelaskan tentang jurusannya, kemudian acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Banyak sekali pertanyaan yang dilontarkan oleh Dosen Pendamping dan khususnya oleh Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNM kepada pihak Pendidikan Sosiologi UNY. Salah seorang Dosen Pendamping dari pihak UNM menanyakan tentang mata kuliah moralitas dan integritas profesi yang diterapkan di UNM apakah juga diterapkan di UNY? “kalau di UNY mata kuliah tersebut tidak ada, namun  ada mata kuliah yang hampir sama isinya cuma bebeda namanya yaitu etika profesi dan itu dipelajari di semester 6, selain itu juga terdapat mata kuliah pendidikan karakter yang diberikan di semester 3,” jawab Pak Grendi. Selain pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada pihak Dosen, juga terdapat satu pertanyaan yang ditujukan kepada HIMA Pendidikan Sosiologi UNY oleh Alif, Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNM. Dia bertanya tentang bagaimana pergerakan HIMA Pendidikan Sosiologi UNY. Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh Ketua HIMA Pendidikan Sosiologi UNY Libriana Candra. “Pergerakan HIMA tahun ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” katanya.
            Selain itu, Alif yang mewakili Pendidikan Sosiologi UNM mengungkapkan “kunjungan ke kampus ini adalah yan pertama kali dilakukan oleh Pendidikan Sosiologi UNM karena tahun-tahun sebelumnya kami selalu dikunjungi oleh Universitas lain, kegiatan ini juga sekaligus sebagai pembelajaran study wisata dengan tujuan mencari ilmu, dan pengalaman untuk mungkin bisa diterapkan di Prodi Pendidikan Sosiologi kami dan juga untuk menjalin kerjasama serta bersilaturahim dengan Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNY”, ungkapnya. Dia juga menuturkan bahwa sambutan yang diberikan dari HIMA Pendidikan Sosiologi UNY sangat memuaskan. “Sambutan yang diberikan oleh Pendidikan Sosiologi UNY sangat memuaskan, kalau diibaratkan di perkuliahan itu adalah cumlaude dan menjalin silaturahim dengan Pendidikan Sosiologi UNY itu suatu kebanggan bagi kami,” kata Alif.
            Setelah asyik dengan sesi tanya jawab, acara diakhiri dengan penyerahan kenang-kenangan dari pihak Pendidikan Sosiologi UNM kepada Pendidikan Sosiologi UNY. Kemudian HIMA Pendidikan Sosiologi UNY menutup acara dengan memberikan suguhan hiburan berupa dua buah lagu yang dinyanyikan Desi Kristianingsih dengan iringan gitar oleh Danang dan Pramesti. Pihak Pendidikan Sosiologi UNM  juga tidak mau kalah, mereka turut menyumbangkan sebuah lagu khas Makassar yang dipersembahkan untuk HIMA Pendidikan Sosiologi UNY.
Penulis / penanggung jawab: Hamdani Yusuf (Staff Ahli Pers & Jurnalistik HIMA Pendidikan Sosiologi UNY)